TEOLOGI PERJANJIAN BARU KITAB KISAH PARA RASUL
TEOLOGI PERJANJIAN
BARU
“ KISAH PARA RASUL ”
Oleh :
KELOMPOK III
ü Marsel C. S. Laisbuke
ü Martha K. Tangawola
ü Samuel A. Suni
Semester/kelas : IV/B
Dosen Pengasuh : Pdt. Anika Chatarina Takene, M. Th.
UNIVERSITAS KRISTEN ARTHA WACANA
FAKULTAS TEOLOGI
2020
PENDAHULUAN
Puji
dan Syukur Kelompok panjatkan kepada Tuhan sebagai pemilik kehidupan, sebab
atas tuntunan Tuhan melalui Roh Kudus kelompok dimampukan untuk menyelesaikan
tugas ini dengan baik dan tepat pada waktunya.
Kelompok
juga mengucapkan limpah terima kasih banyak kepada dosen pengasuh mata kuliah
Teologi Perjanjian Baru dan kepada semua saudara/i yang telah meluangkan waktu
untuk membantu dalam mengerjakan tugas akhir ini sehingga terselesaikan dengan
baik.
Dalam
penulisan tugas akhir ini, kelompok mendapatkan kesempatan untuk mengali
Teologi dari kitab Kisah Para Rasul. Kelompok juga menemukan sejumlah wawasan
bagi pembaca dan penulis mengenai Tuntunan dari Roh Kudus yang menuntun Gereja
untuk berpikir dan bertindak dalam menanggapi kondisi pandemic ini. Dalam
penulisan tugas ini juga Kelompok tidak lupa memaparkan Latar belakang, Inti
Teologi dan Implikasi untuk konteks masa kini dari kita Kisah Para Rasul. Dan
yang terakhir, kelompok menghubungkan pandangan tentang keberadaan Allah serta
menekankan Kehendak yang Allah Kehendaki dalam situasi Pandemik yang menjadi
pergumulan isi dunia.
Oleh
sebab itu, Kelompok sadar bahwa tugas ini sangat jauh dari kata sempurna,
sehingga kelompok selalu membuka ruang kepada pembaca dan kelompok senantiasa
menerima saran serta kritikan yang dilontarkan oleh pembaca demi penyempurnaan
Tugas ini. Semoga tulisan dari kelompok ini bermanfaat dan menjadi berkat
kepada pembaca.
HAL-HAL PEMBIMBING
a.
Penulis
Kitab
Kisah Para Rasul merupakan kitab yang berkaitan erat dengan Injil Lukas karena
pastinya penulisnya sama yaitu penulis Injil ketiga (Lukas). Kisah para Rasul
dipersembahkan kepada tokoh yang sama, bernama Teofilus (Kis 1:1 & Luk
1:1). Kis 1:1 juga berkata tentang “buku pertama” yang ditulis oleh pengarang
Kisah Para Rasul. Tentunya buku pertama ini tidak lain kecuali Injil Lukas. Ada
sejumlah ahli tafsir yang mempertahankan bahwa Luk - Kisah para Rasul mula-mula
adalah satu karya. Karya itu kemudian (waktu dimasukkan ke dalam daftar kitab
suci) dipotong menjadi dua, dan pada waktu itu pun ditambahkan Luk 24:50-53 dan
Kis 1:1-5. Tetapi ada keberatan akan hal ini karena tidak ada petunjuk dalam
tradisi atau bekasnya bahwa Luk dan Kisah para Rasul pernah satu karya. Rupanya
Lukas oleh umat Kristen diterima sebagai kitab suci sebelum Kisah para Rasul
dan secara terpisah. Hal ini tidak mungkin terjadi kalau Luk – Kisah para Rasul
dikenal sebagai satu karya.[1]
Jadi
sudah pasti, kami kelompok sepakat bahwa penulis kitab Kisah para Rasul sama
dengan penulis Injil ketiga (Injil Lukas), baik Injil yang menceritakan
kehidupan bagaimana pekerjaan Yesus telah berkembang menjadi gerakan Kristen di
seluruh dunia dan banyak bukti menunjukkan pada Lukas, dokter bukan-Yahudi yang
menemani Paulus dalam beberapa perjalanan.[2]
- Penerima
Kisah Para
Rasul bertujuan untuk menunjukan perkembangan sejarah institusi gereja lokal
sebagai praktek Amanat Agung (Kis. 1:8). Catatan Lukas tentang pergerakan
gereja juga dapat dilihat sebagai suatu apologetik [3]
bagi Kekristenan. Lukas penulis Kisah Para Rasul bertujuan untuk memberikan
suatu catatatan dari asal mula dan perkembangan dari gereja di bawah kuasa dan
bimbingan Roh Kudus; tema ini dimulai di Kisah Para Rasul 1:8 dan dilanjutkan
keseluruh buku. Kisah para Rasul juga ditulis untuk mendukung
dan membina iman kepercayaan, pertama-tama iman kepercayaan orang Kristen.
Kisah para Rasul juga bertujuan untuk bersaksi, untuk meyakinkan, khususnya
orang yang bukan Yahudi. Bahwa pekerjaan yang telah dimulai oleh Yesus Kristus,
yakni penanaman dan perluasan kerjaan Allah yang adil-benar, dilanjutkan
melalui Roh-Nya sampai ke ujung bumi. Hal ini dapat kita lihat bersama di dalam
kitab Kisah para Rasul 2:8, bahwa “Kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus
turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh
Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi.”[4]
Intinya ialah Kisah Para Rasul dilukiskan bagaimana Juruslamat yang dimuliakan
itu dan Roh Kudus bekerja dengan perantaraan para rasul dan jemaat-jemaat
Kristen yang muda sedemikian rupa, hingga Injil itu dengan penuh kemenangan di
bawah sampai ke Roma dan juga suatu tulisan penuh dengan pedoman-pedoman bagi
Gereja Yesus Kristus di segala abad. Kabar terakhir kitab ini, yakni bahwa
Injil Kerajaan Allah diberitakan dan bekerja terus “tanpa dirintangi”,
merupakan nubuat bagi Gereja yang berjuang di segala abad. Nubuat, bahwa
perjuangannya tidak sia-sia, tetapi bahwa perjuangan ini akan membawa Gereja
kepada kemenangan. Oleh sebab Yesus Kristus telah menang.[5]
- Konteks Pergumulan
Penulis
mengenal keadaan sosial politik kekaisaran Romawi secara baik, serta mengetahui
banyak mengenai sejarah gereja purba. Tetapi penulis tidak bermaksud menulis
kitab ini sebagai kitab sejarah Gereja, sehingga bahan-bahan yang diketahui
oleh penulis itu dipakai untuk menyampaikan maksudnya tersendiri. Maksud utama
dari penulis ialah hendak menghadirkan Gereja sebagai kenyataan yang baru di
dalam kekaisaran Romawi, dan menyatakan bahwa kenyataan baru itu tidak dapat
dibendung, dihalangi atau dihapuskan. Gereja sebagai kenyataan persekutuan yang
baru akan tersebar terus, mulai dari Yerusalem sampai ke ujung dunia.[6]
Salah
satu alasan Lukas menuliskan Kisah Para Rasul juga ialah merekomendasikan
Kekristenan pada pemerintahan Romawi. Lukas berupaya keras memperlihatkan bahwa
orang-orang Kristen adalah warga Negara yang baik dan dapat dipercaya, dan
mereka selalu dianggap demikian. Lukas menulis pada masa orang Kristen tidak
disukai dan dianiaya; dan Lukas menceritakan kisah ini sedemikian rupa untuk
memperlihatkan bahwa para pejabat Romawi selalu bertindak adil terhadap
Kekristenan, dan bahwa mereka tidak pernah menganggap orang-orang Kristen
sebagai orang jahat, nyatanya suatu sasaran telah dibuat, yaitu bahwa Kisah ini
tidak lain merupakan suatu laporan singkat yang dipersiapkan bagi Paulus ketika
Ia berdiri di pengadilan, dihadapan kaisar Romawi. Salah satu tujuan lain yang
ditonjolkan Lukas ialah Kekristenan itu untuk semua manusia di setiap Negara. Orang
Yahudi berpendapat bahwa merekalah umat pilihan Allah dan bahwa Allah tidak
memakai bangsa lain. Lukas membuktikan bahwa hal itu tidak benar. Dalam Kisah
15, Lukas menunjukan gereja yang membuat keputusan penting untuk menerima
orang-orang bukan Yahudi sederajat dengan orang-orang Yahudi.[7]
Dari
tulisan-tulisan non-Kristen tidak banyak kita memperoleh keterangan tentang
gereja purba. Hal itu disebabkan karena tulisan-tulisan non-Kristen pada waktu
itu lebih banyak bersifat Yunani-helenistis yang didominasi oleh kebudayaan
Yunani-helenistis sendiri. Sebab yang lebih utama adalah bahwa jumlah orang dan
gereja Kristen purba itu tidak banyak jika dibandingkan dengan jumlah
orang-orang non-Kristen, dan jumlah yang sedikit itu tidak menonjolkan diri.
Karena kegiatan dan kebaktian-kebaktian orang Kristen itu lebih banyak bersifat
rumah tangga, tidak terbuka dan bahkan di beberapa tempat bersifat rahasia.
Mereka memang kurang menyukai popularitas, tetapi banyak bergerak secara
pribadi ke pribadi.[8]
Perhatian
Lukas tidak hanya ditujukan pada kronologi waktu, meskipun dibandingkan dengan
para penulis Perjanjian Baru lainnya Lukas lebih banyak memberikan perhatian
pada bagian-bagian kecil semacam itu. Kisah Para Rasul menekankan kemunduran
bertahap Gereja Yahudi dan kebangkitan agama Kristen di antara bangsa-bangsa
lain.[9]
Seperti yang telah nyata dalam pembicaraan kitab Injil, maka sangatlah penting
untuk orang kristen mula-mula bahwa mereka, selaku hamba Allah, nyata tidak
bersalah, nyata benar: bukan saja dihadapan Tuhan, melainkan juga dihadapan
pemerintah. Hal ini juga sering dibicarakan dalam Kis 16:39; 18:14, dst.
Sederhananya, beralaskan hukum Romawi yang membedakan agama-agama yang diakui
dan terlarang (Religio licita et illicita).
Agama Yahudi telah diakui oleh Romawi, tetapi waktu Gereja (orang Kristen
mula-mula) keluar dari naungan agama Yahudi, maka statusnya terancam: sebab itu
adalah penting untuk membuktikan bahwa Orang Kristen tidak bersalah.[10]
INTI TEOLOGI
Ada beberapa tema Teologis dalam
Kisah Para Rasul, Yakni :
- Pemberitaan Injil
kepada Dunia Bangsa-bangsa[11]
Kisah
Para Rasul merupakan lanjutan Injil Lukas. Mulai dari Luk 9:51, penulis
menceritakan perjalanan Yesus menuju Yerusalem. Kisah Parah Rasul manyambung
cerita dari Yerusalem (kenaikan Yesus ke sorga, band. Kis. 1:1) dan cerita itu
berakhir di Roma (Kis. 28:30, 31). Tahap-tahap perjalanan itu di tunjukan oleh
penulis dengan mengatakan “Kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun atas
kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan
Samaria dan sampai ke ujung bumi “ (Kis 1:8). Pemberitaan Injil di bawah
bimbingan Roh kudus, secara jelas disampaikan oleh Lukas dalam suatu perspektif
geografis. Sesudah kata-kata pendahuluan dalam Kisah Para Rasul 1:1-14, Lukas
menyajikan cerita tentang proklamasi Injil oleh Rasul dalam lingkungan jemaat
perdana. Penulis Kisah Para Rasul, memusatkan perhatiannya kepada Paulus.
Penulis memberikan gambaran tentang proses pertumbuhan gereja dari Yerusalem ke
Roma. Dalam tulisan Lukas ini, Yerusalem ditempatkan sebagai penyemangat bagi
Israel. Dengan demikian Yerusalem menggambarkan kesinambungan antara Israel dan
geraja. Namun di Yerusalem juga para pemimpin Israel secara kuat menolak
pemberitaan komunitas Kristen. Akibatnya orang Kristen mengalami penganiyaan
termasuk Paulus. Meskipun demikian, Lukas menegaskan bahwa dalam situasi
tersebut Allah tidak mengikat gereja-Nya di Yerusalem. Melalui pimpinan Kuasa
Roh Kudus gereja terus berkembang keluar dari Yerusalem dan memasuki dunia
bukan Yahudi.[12]
Tetapi
bergerak dari sumber lain kita juga tahu bahwa Injil tersebar kemana-mana,
termaksud ke Mesir, Arab, Siria, dan Mesapotamia. Ada sejumlah tulisan kuno
yang ditemukan di Mesir, berasal dari tahun 100 Masehi. Dan kota Alexandria di
Mesir telah lama menjadi salah satu koloni orang-orang Kristen. Ada juga di Pompei
tepatnya di Kirencester ditemukan sisa-sisa tulisan Kristen berbahasa Latin dan
berisi 2 kata pertama dalam doa “Bapa Kami”. Masih banyak lagi bukti yang
menunjukan bahwa penyebaran Injil terjadi kemana-mana, dan tidak hanya menurut
satu jalur Yerusalem-Roma.[13]
- Parousia
Parousia
menjadi suatu persoalan tersendiri dalam Kisah Para Rasul. Pertanyaan tentang
kapan Parousia itu tiba (Kis. 1:7). Sebaliknya, Yasus menubuatkan bahwa
murid-murid akan memberitakan Injil dan menjadi saksi Kristus ke seluruh dunia
(Kis. 1:8). Nubuat untuk menjadi saksi itu dapat dipanandang sebagai jawaban
tentang tundanya Parousia (kedatangan kembali) itu. Yesus, menurut Injil Lukas,
menyatakan bahwa Parousia itu akan tiba, tetapi belum segera (Luk. 21:9). Dalam
masa antara itu, jemaat harus tetap setia dalam iman kepada Tuhan.[14]
Tema
tentang kembalinya Kristus diperkenalkan pada permulaan kitab Kisah Para Rasul,
sebagai janji yang diberikan oleh dua makhluk sorgawi pada saat kenaikan Yesus
ke surga, yang ditulis pada Kisah 1:11 (“Yesus ini, yang terangkat ke surga
meninggalkan kamu, akan datang kembali dengan cara yang sama seperti kamu
melihat Dia naik ke surga”). Tetapi apakah petunjuk yang mula-mula mengenai
kedatangan yang kedua kali ini mempengaruhi jemaat yang sedang berkembang itu ?
Dalam
Pikiran mereka tidak terdapat pertentangan antara dua hal, bahwa mereka hidup
pada hari-hari terakhir tetapi masih tetap menantikan kedatangan Tuhan kembali
pada masa yang akan datang. Pada waktu Petrus menubuatkan bawha “Tuhan akan
mendatangkan waktu kelegaan” (Kis. 3:19 dst.), ia mengakui bahwa surga harus
menerima Yesus “sampai waktu pemulihan segala sesuatu, seperti yang difirmankan
Allah dengan perantaraan nabi-nabiNya yang Kudus di zaman dahulu”. Meskipun
tidak disebutkan secara khusus mengenai kedatangan Kristus kembali, namun hal
itu tercakup di dalamnya. Sekali lagi nampaknya yang dimaksudkan adalah kedua
aspek dari kedatangan Yesus, yaitu aspek masa sekarang dan aspek masa yang akan
datang.
Kisah
Para Rasul terlalu banyak membicarakan mengenai perkembangan sehari-hari yang
terjadi dalam jemaat dari pada mencatat banyak hal mengenai
pengharapan-pengharapan orang-orang Kristen mula-mula akan masa yang akan
datang. Meskipun demikian cukup beralasan untuk percaya bahwa pada mulanya
mereka menganggap kedatangan Kristus yang
kedua kali akan terjadi dalam waktu yang dekat dan mungkin bahwa cara
hidup jemaat yang mula-mula (“segala sesuatu adalah kepunyaan mereka bersama”)
telah mendorong sampai tingkat tertentu orang kepercayaan itu. Tetapi benarlah
bila dikatakan bahwa yang menjadi pusat perhatian orang-orang Kristen adalah
pemberitaan Injil pada masa mereka.[15]
- Roh Kudus sebagai
penggerak misi
Setelah
Yesus naik ke sorga, yang menjadi penggerak misi adalah Roh Kudus. Roh itu di
janjikan kepada murid-murid dan diturunkan di atas mereka pada hari Pentakosta.
Misi itu ditunjukan pertama-tama kepada orang Yahudi. Akan tetapi, ketika orang
Yahudi menolak, maka misi itu dutunjukan kepada bangsa-bangsa lain dengan
pimpinan Roh Kudus. Roh Kuduslah yang membuka semua rintangan kepada
bangsa-bangsa lain. Ia pula yang menuntun para Rasul dan pemberita lainnya
dalam misi Pakabaran Injil. Dikatakan bahwa Petrus, (4:8), Paulus (13:9),
Stefanus (6:3), dan Barnabas (11:24), “penuh dengan Roh Kudus.” Artinya, mereka
digerakkan oleh Roh Kudus dalam misi Pekabaran Injil itu ke seluruh dunia.
Pesan
Kisah Para Rasul itu tetap bermakna bagi gereja pada masa kini bahwa Roh Kudus
selalu menyertai gereja-Nya hingga kini dan memasuki masa depan. Roh itu
memungkinkan gereja pada masa kini untuk melaksankan misi-Nya di seluruh dunia.[16]
Menurut
Lukas orang-orang Kristen yang ditinggalkan Paulus dan Barnabas di Anthiokia
“Penuh dengan sukacita dan dengan Roh Kudus” (Kis 13:52). Karena hal ini
terjadi tatkala mereka menghadapi perlawanan hebat dari orang-orang Yahudi dan
orang-orang lain yang telah mereka himbau, maka ini merupakan kesaksian yang
kuat tentang realitas yang berkelanjutan dari kepenuhan Roh dalam diri
orang-orang percaya. Ciri lain dari pekerjaan Roh dalam misi kepada orang bukan
Yahudi ialah bimbingan-Nya, yang terlihat dengan jelas dari Kisah 16:6. Lukas
menegaskan bahwa Paulus dan rombongannya dilarang Roh Kudus untuk menyampaikan
firman di Asia dan juga dilarang masuk ke daerah Bitinia (ay 7). Lukas tidak
menceritakan bagaimana para penginjil itu tahu bahwa mereka dilarang, tetapi
penuturannya memastikan itu pekerjaan Roh. Karena Lukas bergabung dengan
rombongan Paulus segera sesudah peristiwa itu, maka adalah masuk akal untuk
menduga bahwa ia mengetahui dari tangan pertama bahwa Paulus sendiri sama
yakinnya. Lagi pula, larangan itu segera mendahului visi tentang suatu misi ke
Yunani, dan kita dapat menerima pandangan bahwa inilah aspek positif dari
pimpinan Roh. Dalam Kisa 16:7 Roh itu dinamakan “Roh Yesus”, yang menyatakan
bahwa Yesus yang telah bangkit itu terus bekerja mrlalui Roh-Nya. Roh mewakili
Yesus.[17]
- Sejarah
Keselamatan
Ketika
menjawab pertanyaan dalam Kisah Para Rasul 1:6, Yesus, menurut penulis,
memberikan respons dengan memberikan gambaran tentang pekerjaan Roh Kudus yang
akan membentuk gereja sabagai suatu persekutuan umat Allah yang tidak hanya
terdiri dari orang Yahudi, tetapi juga orang Yunani. Karena itu, tugas para
rasul adalah memberitakan Injil dan membuka jemaat baru di seluruh dunia.
Pembabtisan sida-sida dari Ethiopia (Kis. 8:26-40), beralihnya Paulus dari
Farisi yang fanatik menjadi orang Kristen yang taat (Kis. 9:1-22;
22:3-21;26:9-20), dan pembaptisan Kornelius (Kis. 10:1-11:18), tidak hanya
memberikan gambaran tentang menyebakan Injil dan masuknya orang-orang menjadi
Kristen, tetapi juga tentang masuknya orang-orang dari bangsa-bangsa lain ke
dalam persekutuan umat Allah itu, sebab mereka pun memperoleh karunia-karunia
Roh Kudus (Kis. 10:44). Masuknya orang-orang dari dunia bangsa-bangsa merupakan
suatu langkah yang menentukan dalam rencana penyelamatan Allah, yang tidak
hanya mencakup orang Yahudi tatapi juga orang-orang dari bangsa-bangsa lain.
Mereka (orang dari bangsa lain) disambut dengan gembira oleh orang-orang
Kristen asal Yahudi di Yerusalem dan menerima kenyataan bahwa keselamatan juga
diterima oleh orang bukan Yahudi (Kis.
11:18).[18]
KONTEKS PERGUMULAN MASA KINI
“Coronavirus, Kehendak Allah dan Keberadaan Allah”
Severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2) yang lebih dikenal dengan nama
virus Corona adalah jenis baru dari coronavirus yang menular ke manusia. Virus
ini bisa menyerang siapa saja, baik bayi, anak-anak, orang dewasa, lansia, ibu
hamil, maupun ibu menyusui. Infeksi virus ini disebut COVID-19 dan pertama kali
ditemukan di kota Wuhan, Cina, pada akhir Desember 2019. Virus ini menular
dengan cepat dan telah menyebar ke wilayah lain di Cina dan ke beberapa negara,
termasuk Indonesia. Hal ini membuat beberapa negara di luar negeri
menerapkan kebijakan untuk memberlakukan lockdown dalam rangka
mencegah penyebaran virus Corona. Di Indonesia sendiri,
diberlakukan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Coronavirus adalah kumpulan virus yang bisa menginfeksi sistem pernapasan. Pada
banyak kasus, virus ini hanya menyebabkan infeksi pernapasan ringan, seperti
flu. Namun, virus ini juga bisa menyebabkan infeksi pernapasan berat, seperti
infeksi paru-paru (pneumonia), Middle-East Respiratory Syndrome
(MERS), dan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS). Coronavirus juga
dapat menyababkan kematian bagi orang yang positif terinfeksi virus ini.
Dalam kondisi ini tentu orang Kristen
dalam iman kepercayaannya mempertanyakan keberadaan Allah dalam situasi ini.
Bukan saja pertanyakaan tetapi ada juga yang berpendapat bahwa coronavirus ini
atas ijin atau kehendak Allah. Pertanyaan tentang “Dimanakah Allah?” sering
menyita pikiran sejuta orang percaya, yang meratap dengan angka kematian yang
terus meningkat dalam kehidupan setiap hari. Bukan saja pertanyaan demikian tetapi
ada sejumlah orang yang berpendapat bahwa Corona Virus ini terjadi atas
kehendak atau ijin Allah.
Coronavirus diijinkan oleh Allah dan
Dimanakah Allah dalam Coronavirus adalah dua hal yang berbeda. Dalam hal ini
dapat disimpulkan bahwa salah satu sisi memperkuat iman kepada sesama dengan
pernyataan bahwa Allah mengijinkan dan dari sisi lain mempertanyakan Keberadaan
Allah dalam situasi pandemic.
Hal ini bukan sebuah halusinasi atau
mimpi, tapi ini adalah nyata dalam kehidupan orang Kristen. Pemikiran semacam
ini tidak salah, namum muncul peryanyaan besar di lingkungan kehidupan orang
percaya “jika Allah mengijinkan, apakah Allah pembunuh ?” bukan hanya itu,
namun mempertanyakan keberadaan Allah lebih kejam daripada bertanya bahwa
apakah Allah Pembunuh. Sebab mempertanyakan keberadaan Allah sama dengan
menyangkal penyertaan Allah dalam kehidupan setiap hari. Menanggapi konteks
kehidupan pada masa kini, bagaimana pandangan Gereja terhadap pemikiran iman
orang Kristen semacam ini ?
IMPLIKASI
Dalam menanggapi konteks masa kini
mengenai pemikiran tentang Keberadaan Allah dan coronavirus sebagai ijin Allah,
peran gereja sangat dibutuhkan untuk menanggapi. Oleh sebab itu sebelum
beranjak pada pandangan gereja, tentunya kelompok menggunakan salah satu
Teologi dari Kisah Para Rasul sebagai titik tolak untuk melangkah menjawab
konteks tersebut dengan Teologi Kisah Para Rasul mengenai Roh Kudus Sebagai Penggerak Misi.
Dalam tulisan Thomas Jay Oord Tentang
Kehendak Allah dalam Coronavirus yang diterjemahkan oleh pendeta Joas
Adiprasetya, Oord tidak percaya bahwa coronavirus adalah kehendak Allah, sebab
Allah tidak menyebabkan sebuah pandemic yang membunuh sebagian orang, membuat
banyak orang sengsara, dan mengakibatkan dampak yang buruk pada masyarakat.
Oord berpandangan bahwa Allah tidak menjadi asal dari kejahatan! Ia juga
berpendapat bahwa Tidaklah mungkin satu Allah yang pengasih yang akan merancang
rencana sedemikian!
Contoh yang Oord pakai adalah jika Ia
memiliki dua orang anak, kemudian anak yang satu mencekik leher anak yang satu,
Oord sebagai ayah bisa menghentikan kekerasan tersebut, namun Ia mengijinkannya
dan anak yang dicekik mati kemudian Oord berkata “Saya tidak menyababkan
kematian ini, jadi jangan salahkan saya!” Dengan demikian tak seorang pun akan
memandang Oord sebagai ayah yang mengasihi, jika Oord dapat menghalangi
kejahatan yang sebenarnya dapat Ia cegah. Dari contoh yang Oord paparkan ini,
Ia menyimpulkan bahwa Para ayah yang mengijinkan anak-anak mereka saling
mencekik bukan ayah yang mengasihi. Contoh ini tentunya Oord ingin menjelaskan
tentang Kasih Allah terhadap manusia yang dikasihi-Nya. Kesimpulannya, satu
Allah yang penyayang tidak membiarkan satu virus dengan liar menyebabkan
kematian dan penghancuran.
Beranjak dari tulisan Oord ini, pendeta
Joas Adiprasetya juga menerjemahkan tulisan James Martin mengenai Dimanakah
Allah dalam sebuah pandemic? Dalam tulisan James Matrin, Ia berpendapat bahwa
Pandemic ini merupakan sebuah misteri, sehingga Allah tidak tinggal diam atau
bersembunyi, namun Allah bertindak melalui cara yang tidak dipahami oleh
manusia, sehingga manusia tidak dapat mengatakan Allah hanya berdiam diri atau
hanya membiarkan penderitaan terjadi kepada isi dunia. Dalam pandangan Martin
ini dapat disimpulkan bahwa ketika berada dalam situasi atau keadaan yang
terkekang, manusia lebih baik melakukan Kehendak Allah bukan mempertanyakan
keberadaan Allah.
Berikutnya, bagaimana dengan peran
gereja melihat pemikiran semacam ini.
Lukas
dengan tidak ragu-ragu menyatakan bahwa Jemaat Kristen muncul sebagai hasil
pekerjaan Roh. Roh itu adalah Roh yang sama dalam pelayanan Yesus. Kisah Para
Rasul menuturkan bahwa pekerjaan-pekerjaan Roh dianggap sebagai pemenuhan janji
Yesus sendiri. Dengan demikian, apa yang Yesus katakana ada kaitannya dengan
peristiwa yang dialami oleh Jemaat mula-mula. Pencurahan Roh ditengah-tengah
orang percaya dimulai dari hari Pentakosta (Kis. 2:41-47). Pekerjaan-pekerjaan
Roh Kudus terlihat dalam pembelaan mula-mula terhadap Injil, ketika jemaat
meluas kepada orang-orang bukan Yahudi.
Pesan
Kisah Para Rasul itu tetap bermakna bagi gereja pada masa kini bahwa Roh Kudus
selalu menyertai gereja-Nya hingga kini dan memasuki masa depan. Roh itu
memungkinkan gereja pada masa kini untuk melaksankan misi-Nya di seluruh dunia.
Gereja yang digerakan oleh Roh kudus haruslah menjadi gereja yang harus
bertumbuh dan makin bertambah-tambah di dalam kedewasaan, yaitu kedewasaan Iman
dan pengetahuan tentang Yesus Kristus. Dengan demikian dalam kedewasaan Iman,
pandangan gereja mengenai coronavirus tidak terpaku, melainkan selalu berpikir
ke depan. Roh Kudus memampukan gereja untuk lebih kepada menampakkan Kasih
Kristen di tengah masyarakat yang sedang tertekan dengan situasi. Bukan hanya
itu saja, melainkan Roh Kudus senantiasa menampakkan Pribadi Allah yang mau
berjuang bersama-sama dengan manusia untuk melawan coronavirus dengan cara
melakukan Kasih. Hematnya, Tujuan Roh Kudus sebagai pengerak Misi terlihat
nyata melalui tuntunan Roh kepada gereja untuk melakukan Kasih kepada manusia dalam
situasi dan keadaan pandemic ini baik itu kepada orang Kriten maupun
orang-orang bukan Kristen.
Bergeser
dari peran Roh Kudus sebagai penggerak misi, penulis mencoba memberi pemahaman
tentang kehidupan yang dituntun oleh Roh Kudus pada gereja mula-mula. Dalam
buku Prof. Dr. J. H. Bavinck, Ia menguraikan beberapa pemahaman tentang jemaat
mula-mula yang hidup dalam persekutuan suci dengan tuntun oleh pekerjaan Roh
Kudus;
- Mereka
setia kepada imannya, dengan penuh perhatian mereka setia kepada
pengajaran yang diberikan oleh rasul-rasul. Jika dihubungkan dengan
kehidupan dan konteks sekarang ini, jemaat dituntun untuk setia dengan
pengajaran yang diberikan. Akan terkesan harmoni, jika jemaat Kristen
sekarang selalu setia dengan ajaran para pemimpin mengenai social
distancing dan sebagainya. Dengan demikian penyebaran coronavirus
dihentikan oleh karena jemaat yang setia dengan pengajaran para pemimpin.
- Mereka
sehati dalam persekutuan, mereka terikat dengan kasih yang erat. kehidupan
persekutuan jemaat mula-mula selalu membuat mereka erat dengan makan
bersama (memecah-mecahkan roti) dan juga berdoa bersama-sama. Hal ini juga
mesti menjadi acuan bagi jemaat masa kini, supaya selalu sehati dalam
persekutuan agar terikat kasih yang erat. Dalam pandemic ini jemaat mestinya
sehati dalam persekutuan, saling mendoakan bukan menjatuhkan. Yang
berkecukupan saling berbagi, sehingga persekutuan dengan sesama menjadi
dampak yang positif.
- Mereka
tidak mementingkan diri sendiri, Perasaan seperti ini tidak ada dalam
mereka sedikitpun. Mereka tidak mengejar kekayaan untuk diri sendiri,
tetapi mereka hidup bersama-sama, sesuai dengan keperluan masing-masing.
Keadaan seperti inilah yang mestinya patut dijadikan acuan untuk jemaat
pada masa kini. Dalam pandemic ini, kehidupan orang percaya mesti
mengambil contoh dari jemaat mula-mula, jemaat masa kini dituntut agar
tidak mementingkan diri sendiri, saling berbagi, saling memberi bagi
mereka yang membutuhkan dan masih banyak lagi.[19]
Persekutuan
jemaat mula-mula tidak terjadi secara terpaksa, tetapi oleh tuntunan Roh Kudus
sepenuhnya. Sejak saat itu Roh Kudus menjadi kenyataan yang dominan didalam
kehidupan jemaat mula-mula. Roh Kudus adalah sumber untuk semua bimbingan,
semua pemimpin jemaat adalah di pimpin oleh Roh, dan Roh Kudus juga adalah
sumber kuasa dan keberanian setiap hari. Dengan demikian ukuran Roh kudus yang
dapat dimiliki seseorang ditentukan oleh sifat orang itu sendiri. Artinya,
Orang yang secara jujur melakukan kehendak Allah akan mengalami lebih banyak keajaiban
Roh Kudus.
PENUTUP
Dari
pembahasan kelompok mengenai Teologi Kisah Para Rasul ini, kelompok menarik
kesimpulan bahwa :
- Teologi
Kitab Kisah Para Rasul yang secara khusus berbicara tentang Roh Kudus
sebagai Penggerak Misi itu tetap bermakna bagi gereja pada masa kini bahwa
Roh Kudus selalu menyertai gereja-Nya hingga kini dan memasuki masa depan.
Roh itu memungkinkan gereja pada masa kini untuk melaksankan misi-Nya di
seluruh dunia.
- Kitab
Kisah Para Rasul yang memaparkan sejarah agama Kristen mula-mula yang
digerakan oleh Roh kudus haruslah menjadi gereja yang harus bertumbuh dan
makin bertambah-tambah di dalam kedewasaan, yaitu kedewasaan Iman dan
pengetahuan tentang Yesus Kristus.
- Kitab
Kisah Para Rasul juga memperkenalkan Tujuan Roh Kudus sebagai pengerak
Misi terlihat nyata melalui tuntunan Roh kepada gereja untuk melakukan
Kasih kepada manusia dalam situasi dan keadaan pandemic ini baik itu
kepada orang Kriten maupun orang-orang bukan Kristen.
Hemat
kami, dalam pemahaman tentang Teologi Kisah Para Rasul yang kelompok kerjakan
ini kiranya memperluas wawasan serta pengetahuan pembaca mengenai karya dan
peranan Roh Kudus yang luar biasa dalam Gereja maupun masyarakat. Bukan saja
itu, namun penyertaan Roh kepada Gereja untuk melakukan Kasih sebenarnya akan
nyata jika tiap-tiap pribadi mau membuka diri untuk dituntun oleh Roh Kudus
agar melakukan Kehendak Allah sehingga
Misi Kerajaan Allah semakin tampak dalam dunia.
DAFTAR PUSTAKA
ALKITAB
2017 Alkitab
dengan Kidung Jemaat, Jakarta: LAI
2014 Alkitab
Edisi Studi, Jakarta: LAI
BUKU-BUKU
C. Groenen OFM.,
Pengantar
Ke Dalam Perjanjian Baru, Yogyakarta: PT
Kanisius. 1983.
Drane John.,
Memahami
Perjanjian Baru, Jakarta: BPK
Gunung Mulia. 2011.
Brink H. V. D.,
Tafsiran
Alkitab Kisah Para Rasul, Jakarta:BPk
Gunung Mulia, 2012.
Wahono
Wismoady.,
Disini Kutemukan, Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2013.
Barclay
William.,
Pemahaman Alkitab Setiap Hari: Kitab Kisah Para Rasul, Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2007.
Tenney Merrill.,
Survei Perjanjian Baru, Jawa Timur: Penerbit
Gandum Mas, 2013.
Duyverman M. E.,
Pembimbing Ke Dalam Perjanjian Baru, Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2017.
Hakh Samuel.,
Perjanjian Baru:
Sejarah, Pengantar, dan Pokok-pokok Teologisnya, Jakatra: BPK Gunung Mulia, 2019.
Guthrie Donald.,
Teologi Perjanjian Baru 1, Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2018.
Guthrie Donald.,
Teologi Perjanjian Baru 2, Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2016.
Guthrie Donald.,
Teologi Perjanjian Baru 3, Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2016.
Bavinck J. H.,
Sejarah Kerajaan Allah 2 Perjanjian Baru, Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 1996.
[1] Dr. C. Groenen OFM, Pengantar Ke Dalam Perjanjian Baru,
Yogyakarta: PT Kanisius. 1983. Hlm. 177-178.
[2] John Drane, Memahami Perjanjian Baru, Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2011. Hlm. 275.
[3] Apologetik
“Pembelaan Ilmiah akan kepercayaan
Kristen”
[4] Dr. C. Groenen OFM, op.cit. Hlm. 183.
[5] Ds. H. V. D. Brink, Tafsiran Alkitab Kisah Para Rasul,
Jakarta:BPk Gunung Mulia, 2012. hlm 12.
[6] Prof.
S. Wismoady Wahono, Ph.D, Disini
Kutemukan, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2013. hlm. 453.
[7] William
Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari:
Kitab Kisah Para Rasul, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007. hlm. 4-7.
[8]Prof. S.
Wismoady Wahono, Ph.D, op.cit, hlm. 451-452.
[9] Merrill
C. Tenney, Survei Perjanjian Baru,
Jawa Timur: Penerbit Gandum Mas, 2013. hlm. 289.
[10] Drs.
M. E. Duyverman, Pembimbing Ke Dalam
Perjanjian Baru, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2017. hlm. 77.
[11] Dr. Samuel Benyamin Hakh, Perjanjian Baru: Sejarah, Pengantar, dan
Pokok-pokok Teologisnya, Jakatra: BPK Gunung Mulia, 2019,
hlm. 229-301.
[12] Ibid,hlm.302
[13] Prof.
S. Wismoady Wahono, Ph.D, op.cit, hlm.
458.
[14] Dr. Samuel Benyamin
Hakh, op.cit,
hlm.300-301.
[15] Donald
Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3,
Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016. hlm. 143-145.
[16] Dr. Samuel Benyamin
Hakh, op.cit,
hlm. 301.
[17] Donald Guthrie, Teologi
Perjanjian Baru 2, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016. hlm. 180
[18] Dr.
Samuel Benyamin Hakh, op.cit,
hlm. 301-302.
[19] Prof. Dr.
J. H. Bavinck,Sejarah Kerajaan Allah 2,
Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996. hlm 686-869.
Komentar
Posting Komentar